Makna Puja Tri Sadndya
Puja
Tri Sandhya:
Sekilas Makna Yang Terkandung
Didalamnya*
Kadek Yogiarta**
Badan Penyiaran Hindu Prov. Sultra
=============================================================
* Materi disampaikan
dalam acara Binroh Hindu Keluarga Telkom Kendari pada hari Sabtu, 15 Juni 2013
**Pemateri adalah Alumni IHDN Denpasar 2009, Dharma Duta
PHDI Prov. Sultra, Penyuluh Agama Hindu Non PNS Kanwil Kementrian Agama Prov.
Sultra, Guru Agama Hindu SMA Negeri 1 Lambuya Pemda Konawe, SMA Negeri 1 dan 5
Kendari, Dosen Luar Biasa Agama Hindu Unhalu, Akper Pemda Konawe, Akbid Konawe,
juga sekaligus Sekretaris Badan Penyiaran Hindu Prov. Sultra
“Ananyas cintayanto mam
Ye Janah Paryupasyate, Tesam niktyam byuktaman
Yoga Ksama
Wahami aham,” (Bhagawadgita, Bab IX.22)
Terjemahannya:
Mereka yang Memuja Aku sendiri, mengingat Aku selalu,
kepada mereka akan Aku bawakan apa yang mereka perlukan dan
akan Aku lindungi apa yang mereka miliki
Pendahuluan
Istilah Tri Sandhya
bagi umat Hindu bukan sesuatu hal yang baru, akan tetapi sadhana ini atau
praktek agama ini telah dilaksanakan tentunya dalam kehidupan umat beragama
Hindu bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi dikalangan sebagian umat,
Tri Sandhya belum menjadi pembiasaan atau kebutuhan yang
mutlak dan harus dilaksanakan sebagai identitas pemeluk Hindu, hal ini nampak
dalam kehidupan umat baik dalam komunitas yang kecil yaitu dalam keluarga
maupun yang besar yaitu dalam masyarakat, terutama umat yang berada di pedesan.
Sesungguhnya masyarakat Hindu dalam generasi atau di era sekarang telah
mengenal baik Tri Sandhya ini, karena sejak dini, anak-anak sudah diperkenalkan
dengan yang namanya Puja Tri Sandhya, bahkan dalam ranah formal pun praktek atau
materi puja Tri Sandhya ini telah diberikan oleh tenaga pendidik, yang
bertujuan agar para peserta didik mengenal ajaran dan mempraktekkan agamanya
sejak dini, guna terbangunnya militansi agama yang mengarah pada peningkatan
sraddha dan bhaktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Timbul berbagai macam
pertanyaan di kalangan umat yang masih awam tentunya, bahwa mengapa kita wajib
melaksanakan puja Tri Sandhya, apakah sumber ajaran ini, bagaimana bila tidak
mampu melaksanakan hal tersebut? Apakah harus melaksanakan puja Tri Sandya itu
harus di tempat yang dipandang suci, dan lain sebagainya, pertanyaan ini muncul
akibat belum memasyarakatnya Tri Sandhya dan pemahamannya secara baik. Dalam
tulisan singkat ini akan dibahas tentang makna Tri Sandhya.
Pengertian
Tri Sandhya dan Lahirnya Puja Tri Sandhya
Tri Sandhya berasal
dari kata Tri dan Sandhya, Tri artinya tiga dan Sandhya artinya hubungan atau
sembahyang, dengan demikian Tri Sandhya adalah sembahyang tiga kali. Tri
Sandhya adalah sembahyang wajib yang dilakukan oleh umat Hindu tiga kali dalam
sehari. Sembahyang rutin ini diamanatkan dalam kitab suci Veda dan sudah
dilaksanakan sejak ribuan tahun yang lalu. Kapan saat yang tepat melaksanakan
puja Tri Sandhya, seperti dimaklumi bahwa bait pertama dari seluruh mantram Tri
Sandhya yang berjumlah enam bait, adalah Gayatri Mantram, mantram yang sangat
dikeramatkan dan diyakini menyucikan diri pribadi pemujanya. Pada mantram
gayatri ini yang menjadi ista dewata (dewata pujaan tertinggi manifestasiNya)
adalah Sawitri, manifestasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemberi inspirasi,
dorongan untuk senantiasa berbuat baik, Dewi Sawitri disebut juga Bharati atau
Saraswati (dewi kebudayaan dan kebijaksanaan). Gayatri atau Sawitri adalah nama
lain dari surya terutama dikaitkan dengan fajar, matahari pagi, saat fajar
adalah saat yang baik untuk melakukan pemujaan kepadaNya. Mengingat kitab suci
Veda (Reg Weda V.54.6) mengamanatkan sembahyang tiga kali sehari, maka menurut
Taitriya Aranyaka Upanisad sembahyang memuja Dewi Sawitri hendaknya dilakukan
saat fajar, matahari di atas kepala, dan pada saat menjelang malam. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka puja atau sembahyang Tri Sandhya dilaksanakan tiga
kali pada saat seperti tersebut di atas.
Berdasarkan informasi
bahwa di Indonesia sejak tahun 1950-an buku Tri Sandhya diterbitkan, Pada waktu
itu Prof. Pandit Shastri menerbitkan buku Puja Tri Sandhya, sebuah buku saku
yang dicetak dengan huruf Bali dan huruf Latin yang bagus. Tiada lama setelah
itu menyusul terbit buku Upadeca yang tulis oleh sebuah team. Mula-mula buku
itu diterbitkan dalam bentuk stensilan, namun kemudian dicetak berulang-ulang.
Buku ini tersebar luas dan besar benar jasanya dalam memperkenalkan pokok-pokok
ajaran Agama Hindu. Dalam buku inilah ditulis Puja Tri Sandhya dan pedoman
sembahyang yang cukup baik, namun sebagai buku perintis pada masa ini
memerlukan perbaikan-perbaikan. Setelah terbitnya buku Upadeca, terbit
buku-buku tentang Tri Sandhya dan buku-buku pedoman sembahyang seperti Tuntutan
Muspa Bagi Umat Hindu, oleh I Gusti Ketut Kaler, buku-buku pelajaran agama
untuk sekolah, yang semuanya memuat pelajaran Trisandhya atau sembahyang.
Antara buku yang satu dengan buku yang lain, terdapat perbedaan-perbedaan kecil
tentang teks, terjemahan berkaitan dengan mantra-mantra Trisandhya dan
sembahyang itu. Karena adanya perbedaan-perbedaan tersebut, kemudian dikaji
kembali dengan mempelajari beberapa teks mantram-mantram tersebut dari beberapa
sumber, antara lain dari Veda Sanggraha yang diterbitkan oleh Parisada Dharma Hindu
Bali tahun 1963, Stuti and Stava oleh C. Hoykaas, Narayana Upanisad dan
mengamati bahasanya dari aturan tata bahasa Sanskerta. Berdasarkan tulisan dari
tokoh Hindu I Gde Sura dan Ida Bagus Kade Sindhu yang didasardasarkan
pengamatan mereka atas sumber-sumber tersebut, maka dicoba direkonstruksi
mantram-mantram tersebut dan hasilnya diterima oleh Paruman Sulinggih PHDI Bali
tahun 1989. Hasil Paruman tersebut kemudian dijadikan salah satu materi
Mahasabdha ke VI PHDI Pusat di Jakarta tahun 1991 yang kemudian menjadi salah
satu keputusan Mahasabha itu. Maka dengan demikian Trisandhya dan Pedoman
Sembahyang ini yang menjadi keputusan Mahasabha itu dijadikan pedoman yang
ditetapkan oleh PHDI Pusat yang kita kenal sekarang.
Bila kita tidak tekun
melaksanakan Tri Sandhya berarti kita tidak secara sungguh-sungguh mengamalkan
ajaran yang terkandung dalam kitab suci Weda. Banyak hambatan yang dialami mengapa seseorang tidak tekun
melaksanakan puja atau sembahyang Tri Sandhya, beberapa hambatan tersebut
diantaranya karena kurang memahami makna yang terkandung dalam melaksanakan
puja Tri Sandhya karena enggan, sebab belum terbiasa (abhyasa), bahasanya tidak
atau kurang dipahami dan lain sebagainya.
Makna
Yang Terkandung Dalam Puja Tri Sandhya
Ketika pertempuran di medan perang
Kurusetra akan dimulai, Sri Kresna bersabda kepada Arjuna, “bahwa diantara
seluruh jenis yadnya, yadnya pengetahuanlah yang paling utama, sebab yadnya
tersebut mampu menyelamatkan diri seseorang dari lautan kelahiran dan
kematian”. Sri” Kresna juga mengumandangkan dalam gita IV. 36 Walaupun engkau
dianggap sebagai orang yang paling berdosa di antara semua orang yang berdosa,
namun apabila engkau berada di dalam kapal pengetahuan rohani, engkau akan
dapat menyeberangi lautan kesengsaraan.”. Dari sabda dan sloka ini ditegaskan
bahwa melalui ilmu pengetahuanlah ‘keharmonisan’ akan tercapai.
Jika ulasan di atas dikaitkan
dengan mantra ‘Puja Tri Sandhya’ maka akan ditemukan esensinya, yakni mantra
yang ada di dalam ‘Puja Tri Sandhya’ merupakan salah satu ilmu pengetahuan suci
yang harus diketahui oleh semua pihak yang esensinya sampai saat ini belum
banyak diketahui orang. Puja Tri Sandhya merupakan ibu mantra dan intisari dari
seluruh mantra-mantra Weda yang mampu membawa umat manusia menuju ke arah
peningkatan kualitas diri. Mantra Puja Tri Sandhya merupakan media yang paling
sesuai digunakan pada zaman Kali, di mana manusia dalam waktu hidup yang
singkat harus berlomba dengan waktu demi memenuhi kebutuhan jasmaninya sehingga
manusia tak punya banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan rohani seperti yang
dilakukan oleh Mahārsi terdahulu sebagai contoh melakukan tapa yang cukup lama.
Dalam sastra suci Weda disebutkan bahwa melakukan ‘Japa’ atau menyebut nama suci
Tuhan berulang-ulang merupakan salah satu cara yang paling baik untuk
meningkatkan spritualitas seseorang di zaman Kali ini dan dengan melakukan puja
‘Tri Sandhya’ berarti Japa-pun sudah kita lakukan. Mantra ‘Puja Tri Sandhya’
merupakan intisari dari seluruh mantra-mantra suci Weda, hal ini dikarenakan
mantra ‘Puja Tri Sandhya’ telah mencakup segala jenis aspek dan pujian kepada
‘Brahman’ atau Tuhan Yang Maha Esa dan di antaranya;
1.
Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah melakukan Japa, karena
kita telah mengucapkan mantra suci ‘Om’ dalam setiap baitnya yang berarti kita
telah menyebut aksara suci Tuhan secara berulang. Dimana kata ‘Om’ memiliki
arti ‘Brahman’. Om adalah merupakan seruan yang tertua kepada Tuhan yang
memiliki tiga fungsi kemahakuasaan Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta,
memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini. Dalam
Manawadharmasastra II.83 dan 84 dinyatakan bahwa Eka aksara Om adalah Brahman
yang tertinggi. Ketahuilah bahwa Om kara itu kekal abadi dan itu adalah Brahman
pengusa semua ciptaan. Dalam Manawadharmasastra II.76 dinyatakan bahwa aksara
Om Kara itu berasal dari aksara A, U, M dari suara tiga Weda dan inti Vyahrti
Mantra. Wyahrti matra itu adalah Bhur, Bwah dan Swah yang mengupas tiga Weda,
dan aksara AUM itu adalah prajapati Tuhan sebagai rajanya mahkluk. Kemudian
Dalam Weda Parikrama sebutan Om kata suci dan agung yang memiliki keuatan gaib
dan sakti karena itu kata Om banyak dipergunakan di dalam kitab Aranyaka
Upanisad. Dengan demikian bahwa kata Om adalah aksara untuk penyebutan nama
suci Tuhan, sehingga jiwa tercerahi.
2.
Dengan
melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah mengakui dan memuji Keagungan
Tuhan dalam bentuk pengucapan ‘mantra Gayatri’ yang terletak pada bait pertama.
‘Gayatri mantra’ adalah mantra yang paling mulia di antara semua mantra. Ia
adalah ibu mantra, dinyanyikan oleh semua orang beragama Hindu waktu
sembahyang. Mantra ini paling mulia karena :
One reason why the Gayatri is considered
to be the most representative prayer in the Vedas is that is capable of
possesing “dhi”, higher intelligence which brings him knowledge, material and
transendental. What the eye is to the body “dhi” or intelligence is to the
mind. (The Call of Vedas, p. 108-109). “Suatu sebab mengapa gayatri dipandang
dan yang mewakili segala di dalam Veda ialah karena ia adalah doa untuk daya
kekuatan yang dapat dimiliki orang ialah: “dhi” yaitu kecerdasan yang tinggi
yang memberikan padanya pengetahuan, materi dan kemampuan mengatasi hal-hal
keduniawian. Sebagai halnya mata bagi badan, demikian “dhi” atau kecerdasan
untuk pikiran.” Mantra ini bersumber dari kitab Reg Weda III.62.10 yang
berbunyi:
Om bhūr bhuvah svah
tat savitur varenyam
bhargo devasya dhīmahi
dhiyo yo nah pracodayāt
Artinya :
Kami menyembah kecemerlangan dan
kemahamuliaan Sang Hyang Widhi yang menguasai bhur, bwah dan swah, semoga Sang
Hyang Widhi menganugrahkan kecerdasan dan semangat pada pikiran kami.
Dengan mengucapkan
mantra ini berarti kita telah mengakui keagungan Tuhan yang telah memberi
manusia kecerdasan dan pengetahuan yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang
paling beruntung,
3.
Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah mengakui ‘Tuhan hanya
satu dan merupakan sumber dari segalanya’ dan beliau disebut ‘Narayana’. Mantra
bait ke dua dalam puja Tri Sandhya ini bersumber dari kitab Narayana Upanisad
2, yang berbunyi :
Om nārāyana evedam
sarvam
Yad bhūtam yac ca
bhavyam
Niṣkalaṅko nirañjano
nirvikalpo
Nirākhyātaḥ śuddho devo eko
Nārāyanah na dvitīyo
‘sti kaścit
Artinya :
O Tuhan Nārāyaṇa adalah semua ini, apa
yang telah ada dan apa yang akan ada bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas
dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah Nārāyaṇa, Ia hanya satu tidak ada yang kedua.
Mantra ini adalah salah
satu dari suatu rangkaian mantra yang panjang disebut Catur Veda Sirah (Empat
Veda Kepala). Catur Veda Sirah ini adalah salinan Nārāyana Upanisad, sebuah
Upanisad kecil. Di sini dinyatakan bahwa Tuhan adalah segalanya yang luput dari
segala noda.
4.
Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah mengakui bahwa Tuhan itu
Maha Kuasa dan memiliki banyak manifestasi atau nama (visvarupam). Bait mantra
ketiga ini bersumber dari ajaran Siwa yaitu Siwastawa 3 yang berbunyi:
Om tvam śivah tvam
mahādevah
īśvarah parameśvarah
brahmā visnuśca
rudraśca
purusah parikīrtitāh
Artinya:
O Tuhan Engkau disebut sebagai Śiwa,
Mahādewa, Īśwara, Parameśwara, Brahmā, Wiṣnu, Rudra dan Puruṣa.
Dalam mantra ini kita mengakui banyak
sebutan untuk Tuhan itu sendiri,
5.
Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ kita telah mengakui kesalahan dan dosa yang
telah kita perbuat. Sehingga pada bait ini kita memohon perlindungan diri
kepada Tuhan dan memohon kesucian jiwa dan raga. Mantra dari bait 4-6 bersumber
dari mantra yang sama yaitu Ksamamahadewastuti 2-5 sebagai berikut:
Om pāpo ‘ham
pāpakarmāham
pāpātmā pāpasambhavah
trāhi mām punḍarīkāksah
sabāhyā bhyantarah
‘śucih
Artinya:
O Tuhan hamba ini berdosa, perbuatan
hamba berdosa, diri hamba berdosa, kelahiran hamba berdosa, lindungilah hamba
Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba.
Pemuja mengatakan
dirinya serba hina serba kurang serba lemah. Hina kerjanya, hina diri
pribadinya, hina lahirnya. Karena itu ia mohon kepada Tuhan untuk dilindungi
dan dibersihkan dari segala noda. Tuhanlah pelindung tertinggi dan Tuhanlah
melimpahkan kesucian untuk dia yang setia mengamalkan ajaran-Nya. Dalam mantra
ini pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang lemah.
6.
Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ berarti kita telah memohon pengampunan dosa
kepada Tuhan. Dalam bait ini kita telah mengakui bahwa Tuhan adalah Maha
Pelindung dan Penyelamat yang akan mengampuni seluruh dosa dalam wujud Beliau sebagai
Sadā Śiwa. Adapun bunyi dari bait ke-lima sebagai berikut:
Om ksamasva mam
mahādevah
sarva prāni hitankarah
maṁ moca sarva
pāpebhyah
Pālayasva sadāśiva
Artinya:
O Tuhan ampunilah hamba, Hyang Widhi
yang memberikan kesela-matan kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari
segala dosa, lindungilah hamba O Hyang Widhi.
Dalam mantram ini
pemuja mengatakan pengakuannya bahwa ia adalah mahluk yang lemah.
7.
Dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’
berarti kita telah memohon pengampunan dosa kepada Tuhan. Kita telah
menyadari dan mengakui segala jenis dosa yang telah kita perbuat, baik dosa
perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Berikut ini adalah mantra dari bait ke-enam ‘Puja Tri Sandhya’:
Om ksantavyah kāyiko
dosah
Ksantavyo vāciko mama
Ksantavyo mānaso dosah
Tat pramādāt ksamasva
mām
Artinya:
O Tuhan ampunilah dosa anggota badan
hamba, ampunilah dosa perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah
hamba dari kelalain hamba.
Dalam bait ini disebutkan,
apa saja dosa anggota badan, apa saja dosa kata-kata dan apa saja dosa pikiran,
pemuja memohon kepada Tuhan untuk diampuni. Manusia tidak dapat bebas dari dosa
karena ia diselubungi oleh awidya. Bila seseorang dapat membersihkan diri
dengan amal kebajikan maka kabut kekhilafan yang menyelubungi sang diri akan
menipis dan akan memancarkan cahaya kesucian dari sang diri yang mengantar
seseorang ke alam kesadaran. Atas dasar ini kelepasan akan lebih mudah
diperoleh. Akhirnya setelah mengucapkan mantra terakhir dari ‘Puja Tri Sandhya’
pada bait ke-enam, pemuja lalu mengucapkan mantra penutup, yang bertujuan untuk
memperoleh kedamain (keharmonisan) setelah mengucapkan keenam bait yang ada
dengan penuh keyakinan dan konsentrasi. Mantra penutup itu berbunyi :‘Om
Śāntih, Śāntih, Śāntih. Santhi pertama : memohon kedamaian untuk diri manusia
sendiri agar terhindar dari sifat/sikap tidak bijaksana (Avidya), Santhi kedua
: memohon kedamaian untuk sesama makhluk lainnya agar terhindar dari bencana
yang berasal dari sesama makhluk ciptaan Hyang Widhi (Adi Bhautika), Santhi
ketiga : memohon kedamaian untuk alam semesta/jagat raya sehingga manusia
terhindar dari bencana alam serta terciptanya keharmonisan dan keseimbangan
hidup (Adi Dhaivika)
Dari penjabaran tentang
mantra ‘Puja Tri Sandhya’ di atas dapat disimpulkan bahwa, mantra ‘Tri Sandhya’
merupakan ibu mantra intisari Weda. Karena dalam mantra ini terdapat mantra
Gayatri dan mencakup seluruh aspek. Mulai dari memuji ke-Agungan Tuhan,
mengakui bahwa Tuhan hanya satu, mengakui banyak manifestai Tuhan, pengakuan
akan dosa yang telah kita lakukan, Memohon perlindungan Tuhan dan mempercayai
bahwa Tuhan adalah pengampun seluruh dosa, dan lain-lain. Bukankah ini semua
merupakan seluruh dari intisari Weda? Ini adalah ibu mantra yang paling praktis
untuk dilakukan di zaman Kali, karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam
pelaksanaannya. Kita tidak lagi harus melakukan pemujaan hingga berjam-jam.
Walaupun singkat dan praktis namun esensi dari ibu mantra ini mencakup ‘Catur Weda’.
Dengan demikian hanya dengan melakukan ‘Puja Tri Sandhya’ secara rutin sama
halnya dengan kita membaca seluruh sloka-sloka suci Weda guna menuju hidup yang
harmonis. Ini membuktikan bahwa Puja Tri Sandhya sangat sempurna, karena
seluruh intisari Weda telah tertuang dalam ibu mantra ini.
Singkatnya, Mantra Puja
Tri Sandhya merupakan cara yang paling praktis yang digunakan untuk
meningkatkan spritualitas dan kualitas hidup seseorang di zaman Kali ini yang
mana ibu mantra ini mampu memberi energi postif pada diri seseorang karena
dalam ibu mantra ini telah mencakup seluruh intisari Weda. Dengan mengucapkan
mantra ini sebanyak tiga kali sehari secara rutin dan penuh dengan keyakinan
berarti seseorang tersebut telah melakukan ‘Bhakti’ yang luar biasa kepada ‘Brahman’
untuk menuju pada kemuliaan hidup (jiwa moksa). Tri Sandhya juga dapat dimaknai
sebagai sebuah proses penyucian diri untuk menghilangkan sifat-sifat negatif
yang disebabkan oleh pengaruh guna dan meningkatkan sifat-sifat positif
(Sattwam) dalam diri manusia sehingga tercipta kehidupan yang lebih baik,
tercipta keharmonisan dan keseimbangan baik dengan sesama makhluk maupun dengan
alam semesta. Seyogyanya kita sebagai umat Hindu tidak ada alas an lagi untuk
tidak memahami tentang Puja Tri sadhya dan memang menjadi kewajiban dan mutlak
untuk dilakukan setiap hari. Dengan mengetahui makna yang benar serta dengan
keyakinan dan keikhlasan kita bisa menjadi manusia yang mampu menolong diri
sendiri dari keadaan sengsara akibat sifat-sifat negatif “Guna”.
NB; Diadopsi dari berbagai Sumber
http://badanpenyiaranhindusulawesitenggara.blogspot.co.id/2013/11/makna-puja-tri-sadndya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar