ARTI LAMBANG SWASTIKA DALAM AGAMA HINDU
by zablenk,
adnyawayan.wordpress.com
artikel-artikel ini dikutip dari
berbagai sumber
LAMBANG SWASTIKA HINDU
Swastika merupakan
salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu, merupakan contoh
nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan
budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi
atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu. Diyakini sebagai salah satu
simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu (berdasarkan temuan
pada makam di Aladja-hoyuk, Turki), berbagai variasi Swastika dapat ditemukan
pada tinggalan-tinggalan arkeologis ( koin, keramik, senjata, perhiasan atau
pun altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas. Wilayah
geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Cyprus, Italia, Persia,
Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, China, Jepang, negara-negara
Skandinavia dan Slavia, Jerman hingga Amerika. Budha mengambil swastika untuk menunjukkan
identitas Arya.
Makna simbol Swastika adalah Catur
Dharma yaitu empat macam tugas yang patut kita Dharma baktikan, baik untuk
kepentingan pribadi maupun untuk umum (selamat, bahagia dan sejahtera) yaitu:
- Dharma Kriya = Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab
- Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri.
- Dharma Jati=Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum
- Dharma Putus=Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan social bagi umat manusia.
Makna yang lebih dalam yaitu Empat
Tujuan Hidup yaitu Catur Purusartha / Catur Warga: Dharma, Kama, Artha, Moksa.
1.
Dharma = Kewajiban/kebenaran/hukum/Agama/Peraturan/Kodrat
2.
Artha = Harta benda / Materi
3.
Kama = Kesenangan / Hawa Nafsu
4.
Moksa = Kebebasan yang abadi
Swastika dalam berbagai bangsa
Simbol ini, yang
dikenal dengan berbagai nama seperti misalnya Tetragammadion di Yunani atau
Fylfot di Inggris, menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan
bangsa-bangsa kuno, seperti bangsa Troya, Hittite, Celtic serta Teutonic.
Simbol ini dapat ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina dan Buddha maupun
gereja-gereja Kristen (Gereja St. Sophia di Kiev, Ukrainia, Basilika St.
Ambrose, Milan, serta Katedral Amiens, Prancis), mesjid-mesjid Islam ( di
Ishafan, Iran dan Mesjid Taynal, Lebanon) serta sinagog Yahudi Ein Gedi di
Yudea.
Swastika pernah (dan
masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk
Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya
berhiaskan petir, swastika dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika
melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika
melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi
serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan). Jubah
Athena serta tubuh Apollo, dewa dan dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan
simbol tersebut.
Di pihak yang lain,
Swastika juga menempati posisi sekuler sebagai semata-mata motif hiasan
arsitektur maupun lambing entitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga
laundry. Bahkan perusaha besar Microsoft menggunakan lambang swastika miring ke
kanan 45 derajat, mungkin sebagai lambang keberuntungan.Karena sampai saat ini
tercatat sebagai perusahaan terkaya di Dunia.
Bahkan,
swastika juga pernah menjadi simbol dari sebuah kekejaman tak terperi saat
Hitler menggunakannya sebagai perwakilan dari superioritas bangsa Arya. Jutaan
orang Yahudi tewas di tangan para prajurit yang dengan bangga mengenakan
lambang swastika (Swastika yang “sinistrovere”: miring ke kiri sekitar 45
derajat) di lengannya.
Swastika sebagai lambang Dewa Ganesha
(anak Shiva yang bermuka gajah), sebagai makna Catur Dharma.
Kata
Krishna pada Arjuna di medan pertempuran ..ketika Arjuna harus berperang
melawan saudaranya sendiri inilah yang salah ditapsirkan oleh Hitler yaitu
“Lakukanlah apapun yang harus kau laukukan selama itu adalah tugasmu. Kau harus
mengemban tugasmu dengan baik walaupun itu berarti harus membunuh (untuk
kebaikan), karena melakukan tugasmu dengan baik adalah bentuk pengabdian pada
Tuhan”
Hitler
mungkin tertarik pada arti swastika makanya dia mengambil lambang swastika dan
membaliknya, makanya dia bisa mambunuh dengan tanpa rasa bersalah. Karena dia
berpikir apa yang diperbuatnya adalah apa yang benar. Dia berlindung dibawah
Swastika yang arahnya terbalik, yang semestinya untuk makna Catur Dharma.
Setelah sang Suyasa memperbaiki cara
duduknya. Rsi Dharmakerti pun mulailah:
“Anakku,
tadi anakku mengucapkan panganjali: “Om Swastyastu”. Tahukah anakanda apa
artinya? Jika belum, dengarlah! OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.
Nanti akan Guru terangkan lebih lanjut.
Kata Swastyastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU, Su artinya
baik, Asti artinya adalah, Astu artinya mudah-mudahan. Jadi arti keseluruhan OM
SWASTYASTU ialah “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”. Kata
Swastyastu ini berhubungan erat dengan simbol suci Agama kita yaitu SWASTIKA
yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan
Buana Alit (Mikrokosmos).
Bentuk Swastika ini
dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan galaksi atau kumpulan
bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar kekuatan dari perputaran alam
ini.Keadaan alam ini sudah diketahui oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala
dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu tahun sebelum Masehi. Dan dengan
ucapan panganjali Swastyastu itu anakku sebenarnya kita sudah memohon
perlindungan kepada Sang Hyang Widhi yang menguasai seluruh alam semesta ini. Dan
dari bentuk Swastika itu timbullah bentuk Padma (teratai) yang berdaun bunga
delapan (asta dala) yang kita pakai dasar keharmonisan alam, kesucian dan
kedamaian abadi.
Sang Suyasa:
Oh Gurunda, maafkan kalau hamba
memotong. Hamba tidak mengirademikian luas maksud dari ucapan panganjali atau
penghormatan hamba tadi itu.Betul-betul hamba tidak tahu artinya.Hamba hanya
mendengar dmeikian, lalu hamba ikut-ikutan saja.
Rsi Dharmakerti:
Memanglah demikian tingi nilai dari
ajaran Agama kita anaknda. Guru gembira bahwa anaknda senang mendengarnya.
Ketahuilah bahwa kata SWASTI (su + asti) itulah menjadi kata SWASTIKA. Akhiran
“ka” adalah untuk membentuk kata sifat menjadi kata benda. Umpamanya: jana –
lahir; janaka – ayah; pawa – membakar; pawaka – api, dan lain-lainnya.
Ingatkah anaknda apa yang Guru pakai
untuk menjawab ucapan panganjali itu? Rsi Dharmakerti:
Tidak mengapa anaknda, Guru akan
jelaskan bahwa arti kata OM SHANTI, SHANTI, SHANTI itu ialah: Semoga damai atas
karunia Hyang Widhi”
Shanti artinya damai. Dan jawaban ini
hanya diberikan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda. Sedangkan
jawaban atau sambutan terhadap panganjali “Om Suastiastu” dari orang yang
sebaya atau dari orang yang lebih tua cukuplah dengan Om Swastiastu yaitu
sama-sama mendoakan semoga selamat. Hanya yang lebih tua patut memakai. Om
Shanti, Shanti, Shanti terhadap yang lebih muda. Atau dipakai juga untuk
menutup suatu uraian atau tulisan.
sumber : pustaka hindu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar